RELASI MITOS PANTUN MUNDING JALINGAN DENGAN PRAKTIK BERTANI DI MASYARAKAT ADAT CIPTAGELAR

  • Bunyamin Faisal Syarifudin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
  • Andang Saehu UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstract

Abstrak

 

Tradisi pantun dalam kebudayaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar sudah berlangung sejak awal mula masyarakat ini ada yakni pada masa Kerajaan Padjadjaran sekitar abad ke-15. Pantun terekam dalam ingatan masyarakat Ciptagelar dan berperan dalam berbagai bentuk kegiatan penting terutama dalam tradisi bertani padi seperti ngaseuk (menanam padi di huma), mipit (memanen), dan seren taun (pesta panen dan tahun baru). Pantun tidak hanya berfungsi sebagai media rekam kehidupan, namun juga menjadi rujukan tata-nilai bagi masyarakat Ciptagelar. Kosmologi bahkan mitos-mitos yang ada di dalam pantun merupakan relasi penting dengan tradisi bertani tersebut. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pantun masih diperdengarkan dengan tingkat kesakralan yang masih dipertahankan. Misalnya dalam tradisi seren taun pembacaan Pantun Munding Jalingan menjadi pokok yang harus dilakukan oleh pemangku adat sebagai syarat panen berlangsung. Sehingga pantun sebagai bentuk sastra lisan di masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar memiliki derajat yang penting baik dari segi estetika maupun etika.

 

Abstract

Pantun has been part of the culture of the traditional community of Kasepuhan Ciptagelar dating back to the establishment of this community during the Kingdom of Pajajaran around the 15 th Century. Pantun is documented in the memory of Kasepuhan Ciptagelar Community and has played a significant role in the important events of community such as during the planting of the rice, the harvesting, and the celebration of the harvest and New Year. Pantun does not only function as a medium in documenting life of, but also the reference of values for the community of Ciptagelar. Cosmology and myths of pantun is the important relation with the tradition of harvest. In this reseach, it was found that the rhymes of pantun are still played with a level sacredness. For example, in the Seren Taun tradition, reading the Pantun Munding Jalingan is the main thing that must be done by traditional leaders as a condition for the harvest. So pantun as a form of oral literature in Kasepuhan Ciptagelar has an important both from an aesthetic and ethical perspective.

Published
2024-07-09
Section
Articles